Pola Hunting System

Dalam penegakan disiplin berlalu lintas, pola penindakan yang dilakukan aparat kepolisian kepada para pelanggar tidak hanya dilakukan dengan stasioner atau menetap. Polisi juga bisa melakukan pola hunting system atau patroli keliling.

Hunting system atau sistem hunting adalah upaya petugas untuk melakukan penindakan langsung terhadap pengguna jalan yang kasat mata melakukan pelanggaran. Pola penindakan hunting system ini bersifat insidentil. Petugas tak terus-terusan berada di tempat tersebut, namun sembari patroli. Kapanpun ada pelanggaran, petugas akan langsung melakukan penindakan.

Pola penindakan hunting system dilaksanakan di tempat-tempat yang berpotensi terjadinya pelanggaran lalu lintas. Minimal dilakukan 2 orang petugas polisi lalu lintas. Perbedaan pola stationer dengan hunting system, terdapat pada papan nama dan surat tugas.

Penindakan di tempat, petugas kepolisian harus mengantongi surat perintah penugasan, atribut lengkap dan papan pemberitahuan razia. Sedangkan, penindakan hunting system, petugas tidak harus mengantongi surat perintah penugasan, namun tetap mengenakan seragam dan atribut lengkap.

“Selain itu, hunting system boleh dilakukan di tempat-tempat tersembunyi. Hal ini sesuai arahan pimpinan dimana fenomena yang terjadi saat ini, begitu ada razia, pelanggar yang menyadari diri mereka salah langsung berbalik arah, sementara yang lengkap tetap melaju,” terang Kasat Lantas Polres Jombang, AKP Inggal Widya Perdana.

Inggal menambahkan, atas dasar itulah kemudian Pimpinan Polri memperbolehkan petugas bersembunyi di spot yang berpotensi terjadinya pelanggaran lalu lintas. Namun, Inggal menandaskan, jika petugas hanya boleh melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang kasat mata semisal, menerobos traffic light, melanggar marka jalan, tidak memakai helm, atau menggunakan kendaraan yang tidak sesuai standart yang diberlakukan serta sejumlah pelanggaran lalu lintas yang terlihat langsung lainnya.

Diakuinya, pola hunting system ini kerap menjadi cibiran di masyarakat. Publik selalu apriori dan menjudge bahwa pola tersebut adalah pola polisi untuk mencari-cari kesalahan demi kepentingan pribadi.

“Hal ini yang terus kami sosialisasikan terhadap masyarakat baik melalui media mainstream, media sosial hingga ke sekolah-sekolah,” tambahnya.

Praktik dilapangan, penerapan pola hunting system kerap diselewengkan oleh sejumlah oknum. Para oknum ini kerap menggelar razia stasioner dengan tidak mengindahkan persyaratan razia sebagaimana diatur dalam perundanngan yang ada.

Namun jika ada masyarakat yang berani mempertanyakan keabsahan mereka, para oknum ini berdalih jika razia yang mereka gelar adalah hunting system. Menyikapi hal tersebut, Inggal menghimbau kepada masyarakat agar tidak segan melaporkan langsung kepada dirinya. Ditegaskan kembali, pola hunting system hanya diberlakukan pada pelanggaran kasat mata.

“Apabila ada razia kendaraan digelar tanpa ada papan pemberitahuan razia serta menghentikan seluruh kendaraan yang lewat, itu bukan hunting system. Tolong laporkan langsung kepada saya dengan menunjukan spot berlangsungnya razia. Biar saya segera meluncur ke lokasi yang dituju dan melihat langsung apakah itu bentuk penyelewengan anggota di lapangan atau tidak,” tandas perwira polisi dengan tiga balok dipundaknya itu.

Sayangnya, kendati sudah ada regulasi yang mengatur pola-pola razia lalu lintas, dugaan manipulasi kerap terjadi dalam praktiknya. Tidak jarang, ada oknum yang berdalih menggunakan metode hunting system namun juga menghentikan semua pengendara. Biasanya ini menimpa pengendara kendaraan roda dua.

Petugas memeriksa pengendara roda dua meskipun secara kasatmata kelengkapan kendaraan yang digunakan terpenuhi. Acap kali oknum petugas terkesan ‘mencari kesalahan’ pengendara motor. Misalnya, salah karena hanya menghidupkan lampu kota atau tidak adanya tutup pentil ban. Tindakan seperti itu seakan ‘memaksa’ para pengendara untuk ditilang.

Apalagi dalam metode hunting system yang boleh dilakukan hanya dengan 2 orang petugas. Sehingga tidak ada pengawasan dalam praktik di lapangan. Para pelanggar yang tak ingin repot, tidak sedikit yang akhirnya memilih untuk ‘nitip sidang’ dengan memberikan uang ke oknum petugas tanpa mendapatkan surat tilang.

Sehingga bisa langsung pergi tanpa harus mengikuti proses hukum berupa sidang pelanggaran lalu lintas di Pengadilan Negeri setempat. Disitulah biasanya muncul adanya dugaan penyelewengan. Lantaran uang denda masuk kantong pribadi oknum petugas. Atau jika tidak, denda yang diberikan petugas dua kali lipat dari besaran denda yang ditetapkan.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.